Kamis, 28 Februari 2013

Definisi dan Pengertian Pengembangan Masyarakat



Secara umum pengembangan masyarakat (community development) adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualaitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya.[1]

Selain itu, pengertian pengembangan masyarakat terdapat beberapa definisi yang dikemukakan dalam sejumlah sumber antara lain:

1.        Menurut Bhattacarya, Pengembangan Masyarakat adalah Pengembangan manusia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan manusia untuk mengontrol lingkungannya. Pengembangan masyarakat merupakan usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan untuk berorganisasi, berkomunikasi dan menguasai lingkungan fisiknya. Manusia didorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil inisiatif dan mampu berdiri sendiri.

2.        Menurut Betten, Pengembangan Masyarakat bertujuan mempengaruhi perikehidupan rakyat jelata dimana keberhasilannya tergantung sekali pada kemauan masyarakat untuk aktif bekerjasama.

3.        Menurut Yayasan Indonesia Sejahtera, Pengembangan Masyarakat adalah usaha-usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar dapat menggunakan dengan lebih baik semua kemampuan yang dimiliki, baik alam maupun tenaga, serta menggali inisiatif setempat untuk lebih banyak melakukan kegiatan investasi dalam mencapai kesejahteraan yang lebih baik.[2]

4.        Menurut Com.Dev. Handbook, Pengembangan Masyarakat adalah evolusi terencana dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang ada dalam masyarakat. Dia adalah sebuah proses dimana anggota masyarakat melakukan aksi bersama dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bersama.

Menurut Sudjana, Pengembangan Masyarakat mengandung arti sebagai upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh, untuk dan dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dalam semua aspek kehidupannya dalam suatu kesatuan wilayah.[3] Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dalam suatu kesatuan wilayah ini mengandung makna bahwa pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan berwawasan lingkungan, sumberdaya manusia, sosial maupun budaya, sehingga terwujudnya pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.


Jadi, pengembangan masyarakat merupakan sebuah proses peningkatan kualitas hidup melalui individu, keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan diri dalam pengembangan potensi dan skil, wawasan dan sumber  daya yang ada untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan mengenai kesejahteraan mereka sendiri.

Gbr: eriorizqi.blogspot.com





[1] Arif Budimanta dan Bambang Rudito, Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development, cet. Ke II (Jakarta: CSD, 2008), hal. 33.




[3] Abu Suhu, dkk., Islam Dakwah dan Kesejahteraan Sosial, (Fakultas Dakwah UIN Sunan kalijaga, Yogyakarta: 2005), hal. 27.

Rabu, 13 Februari 2013

Prinsip-Prinsip Metode PRA

Prinsip-Prinsip Metode PRA



Setelah sebelumnya telah saya jelaskan tentang pengertian metode PRA dan alasan penggunaan metode PRA, maka berikut ini akan saya jelaskan tentang prinsip-prinsip dari metode PRA. Ada sekurang kurangnya 11 prinsip metode PRA yang aplikasinya akan disesuaikan dengan kondisi masyarakat :
  1. Mengutamakan Yang Terabaikan : Prinsip ini memiliki makna keberpihakan terhadap masyarakat yang terabaikan, termarjinalisasikan, mungkin tertindas atau terlindas oleh struktur.  
  2. Penguatan Masyarakat : Penguatan masyarakat memiliki makna bahwa masyarakat memiliki kemampuan tidak hanya ekonomi akan tetapi juga sosial politik. Artinya, kekuatan ekonomi memungkinkan masyarakat tidak tergantung dengan orang luar, sedang kemampuan sosial politik memungkinkan masyarakat mampu membela haknya. 
  3. Masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator: Posisi orang luar hanya sebagai fasilitator artinya mereka mendorong proses perubahan secara partisipatif yang bersumber dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Ada kalanya seorang fasilitator juga menjadi mediator terhadap kejadian konflik yang berlangsung dalam masyarakat. Peran fasilitator sebagai motivator adalah untuk mendorong semangat masyarakat untuk bekerja sama karena ada pengakuan eksistensi dari orang luar. Masyarakat sebagai pelaku dalam pembangunan memiliki arti bahwa mulai dari mengidentifikasi masalah sampai dengan perencanaan kegiatan dan implementasinya dilakukan oleh masyarakat.
  1. Saling Berlajar dan Menghargai Perbedaan: Prinsip ini lebih mengutamakan hubungan antar orang luar yang berperan sebagai fasilitator dengan kelompok masyarakat yang difasilitasinya. Orang luar yang memfasilitasi kelompok nelayan perlu mengerti kebudayaan dan cara berfikir masyarakat setempat.
  2. Santai dan informal : Kegiatan yang dilakukan baik orang luar bekerja sama dengan masyarakat setempat maupu antar masyarakat setempat adalah memerlukan situsi santai, tidak formal, luwes dan fleksibel. Melalui suasana informal seperti ini semua persoalan dapat diungkapkan dengan baik meskipun sering kali juga ada perbedaan pandangan antar anggota masyarakat. Kedatangan orang luar sering disambut dengan sikap formal masyarakat yang seringkali menjadi kaku. Fasilitator harus mampu membuat suasana santai informal dan akrab dengan masyarakat.
  3. Trianggulasi  :  Prinsip ini lebih berhubungan dengan perolehan informasi. Adakalanya informasi yang dikemukakan oleh individu ada kemungkinan tidak dibenarkan menurut kelompok. Ada kemungkinan juga informasi yang diberikan kelompok tidak cocok dengan realitas. Oleh sebab itu prinsip trianggulasi merupakan tidakan untuk mengontrol sumber informasi dengan cara mencari kebenaran dari informasi tersebut melalui berbagai pihak dengan cara cross check.
  4. Optimalisasi Hasil :  Optimalisasi hasil sangat berkaitan dengan informasi yang dikumpulkannya. Karena banyaknya informasi yang dikumpulkan seringkali informasi itu sulit dianalisis. Ada baiknya bahwa informasi yang dikumpulkan adalah sangat erat kaitannya dengan masalah yang ingin dipecahkan secara bersama sama sehingga informasi yang dikumpulkan sangat optimal. Banyaknya informasi bukan berarti buruk akan tetapi banyaknya informasi jangan sampai mengganggu pencapaian tujuan.
  5. Orientasi praktis :  Artinya bahwa program-program yang dikembangkan dengan metode PRA ini lebih berorientasi pada pemecahan masalah secara praktis.
  6. Keberlanjutan  : Dalam kehidupan masyarakat masalah ekonomi itu berkembang terus, artinya selama manusia itu ada maka masalah tidak pernah akan selesai. Oleh karenannya program yang dirancang oleh masyarakat untuk memecahkan persoalan mereka adalah berkesinambungan dan memungkinkan mengantisipasi munculnya masalah dikemudian hari.
  7. Belajar dari kesalahan. Dalam PRA kesalahan itu wajar dan sangat manusiawi, oleh sebab itu perencanaan program jangan terlalu sulit sehingga masyarakat tidak mampu memenuhinya. Dalam menyusun kegiatan bukan juga hal yang bersifat coba coba akan tetapi telah mempertimbangkan banyak hal termasuk tentang kesalahan.
  8. Terbuka  : Dalam PRA sangat memungkinkan ketidaksempurnaan oleh sebab itu keterbukaan atas tanggapan orang lain terhadap kegiatan PRA ini sangat positif sebab disadari bahwa disetiap metode tidak pernah ada yang berlangsung dengan sempurna.

Metode PRA dikembangkan berdasarkan atas prinsip dan teknik yang harus dikuasai oleh para fasilitator seperti halnya bagaimana fasilitator melakukan model partisipatif dalam penjaringan informasi dan seterusnya. Pendek kata PRA bukan sesuatu harga mati, yang penerapanya banyak improvisasi sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada.
Demikian, semoga bermanfaat.

Rabu, 06 Februari 2013

Alasan Penggunaan Metode PRA




Setiap cara, teknik dan metode yang digunakan dalam suatu kegiatan tentu memiliki alasan-alasan masing-masing. Demikian juga dengan alasan penggunaan metode PRA dalam kegiatan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.  Beikut ini adalah beberapa alasan dari penggunaan ini:

1.      Selama ini program-program pembangunan diturunkan dari atas dan masyarakat tinggal menerima saja.
Bukan rahasia lagi bahwa sebagian besar program pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah ditetapkan oleh lembaga atau pihak yang berwenang dalam menyelenggarakan program pembangunan itu tanpa ada keterlibatan masyarakat didalamnya. Bahkan masyarakat sendiri tidak tahu tentang rencana pembangunan itu sampai tiba-tiba program itu diimplementasikan dilapangan dengan membawa dampak buruk kepada masyarakat seperti penggusuran, merubah tata ruang lingkungan masyarakat dan lain-lain yang kesemua itu kadang tidak dikehendaki oleh masyarakat.

2.      Program direncanakan oleh lembaga penyelenggara pembangunan tanpa melibatkan secara langsung warga masyarakat yang menjadi sasaran program.
Sebanding dengan penjelasan diatas, dimana program-program yang turun dari atas itu sudah tentu tanpa ada partisipasi dan keterlibatan masyarakat didalamnya. Maka tak heran bila kemudian kita melihat banyak infrastruktur hasil program-program semacam ini yang akhirnya terbengkalai tidak dipergunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Saya pernah melihat bangunan Pustu (Puskesmas Pembantu) yang bangunan fisiknya telah rusak dan menjadi kandang sapi karena digunakan oleh sapi untuk berteduh. Saya juga pernah melihat bangunan MCK yang rusak tidak terurus dan akhirnya tidak terpakai lagi.

3.      Berbagai kritik terhadap pola pengembangan program yang masih bersifat Top Down.
Kritik-kritik ini muncul sebagai akibat dari adanya efek negative dari penerapan metode Top Down mulai dari metode pembangunan yang tidak bersifat demokratis, sampai ke kritik karena hasil pembangunan melalui program yang bersifat Top Down yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dan hanya menghabis-habiskan anggaran.

4.      Program pembangunan disusun berdasarkan asumsi-asumsi yang keliru sehingga program tidak menyentuh kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya dirasakan masyarakat.
Inilah sebagai akibat dari tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan program tersebut dengan hanya mengandalkan data-data kuantitatif tanpa mempertimbangkan data-data kualitatif yang pada kenyataannya lebih menentukan keberhasilan program. Sebagai contoh, disuatu daerah, berdasarkan data kuantitiatif, banyak masyarakat yang tidak memiliki akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak. Sebagian besar masyarakat menggunakan sungai sebagai sumber air minum, mandi dan mencuci sekaligus sebagai tempat untuk buang hajat. Maka direncanakanlah untuk membangun MCK tanpa mempertimbangkan data kualitatif bahwa masyarakat disana belum terbiasa dengan penggunaan MCK terutama untuk aktifitas buang hajat. Maka hasilnya, MCK yang dibangun terbengkalai dan masyarakat tetap buang hajat di sungai.

5.      Program yang diturunkan dari pusat tidak melibatkan masyarakat, sehingga masyarakat tidak merasa sebagai pemilik program.
Kepemilikan itu ditentukan oleh kebutuhan terhadap sesuatu dan kerja keras serta pengorbanan untuk mendapatkannya. Bila segala sesuatu telah direncanakan dan masyarakat hanya tinggal menerimanya maka hilanglah rasa kepemilikan pada diri masyarakat. Yang ada hanyalah perasaan bahwa barang itu  milik pemerintah yang diberikan untuk mereka pergunakan dan apabila rusak mereka tinggal meminta lagi.


Demikian, semoga bermanfaat.