Rabu, 06 Februari 2013

Alasan Penggunaan Metode PRA




Setiap cara, teknik dan metode yang digunakan dalam suatu kegiatan tentu memiliki alasan-alasan masing-masing. Demikian juga dengan alasan penggunaan metode PRA dalam kegiatan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.  Beikut ini adalah beberapa alasan dari penggunaan ini:

1.      Selama ini program-program pembangunan diturunkan dari atas dan masyarakat tinggal menerima saja.
Bukan rahasia lagi bahwa sebagian besar program pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah ditetapkan oleh lembaga atau pihak yang berwenang dalam menyelenggarakan program pembangunan itu tanpa ada keterlibatan masyarakat didalamnya. Bahkan masyarakat sendiri tidak tahu tentang rencana pembangunan itu sampai tiba-tiba program itu diimplementasikan dilapangan dengan membawa dampak buruk kepada masyarakat seperti penggusuran, merubah tata ruang lingkungan masyarakat dan lain-lain yang kesemua itu kadang tidak dikehendaki oleh masyarakat.

2.      Program direncanakan oleh lembaga penyelenggara pembangunan tanpa melibatkan secara langsung warga masyarakat yang menjadi sasaran program.
Sebanding dengan penjelasan diatas, dimana program-program yang turun dari atas itu sudah tentu tanpa ada partisipasi dan keterlibatan masyarakat didalamnya. Maka tak heran bila kemudian kita melihat banyak infrastruktur hasil program-program semacam ini yang akhirnya terbengkalai tidak dipergunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Saya pernah melihat bangunan Pustu (Puskesmas Pembantu) yang bangunan fisiknya telah rusak dan menjadi kandang sapi karena digunakan oleh sapi untuk berteduh. Saya juga pernah melihat bangunan MCK yang rusak tidak terurus dan akhirnya tidak terpakai lagi.

3.      Berbagai kritik terhadap pola pengembangan program yang masih bersifat Top Down.
Kritik-kritik ini muncul sebagai akibat dari adanya efek negative dari penerapan metode Top Down mulai dari metode pembangunan yang tidak bersifat demokratis, sampai ke kritik karena hasil pembangunan melalui program yang bersifat Top Down yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dan hanya menghabis-habiskan anggaran.

4.      Program pembangunan disusun berdasarkan asumsi-asumsi yang keliru sehingga program tidak menyentuh kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya dirasakan masyarakat.
Inilah sebagai akibat dari tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan program tersebut dengan hanya mengandalkan data-data kuantitatif tanpa mempertimbangkan data-data kualitatif yang pada kenyataannya lebih menentukan keberhasilan program. Sebagai contoh, disuatu daerah, berdasarkan data kuantitiatif, banyak masyarakat yang tidak memiliki akses ke air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak. Sebagian besar masyarakat menggunakan sungai sebagai sumber air minum, mandi dan mencuci sekaligus sebagai tempat untuk buang hajat. Maka direncanakanlah untuk membangun MCK tanpa mempertimbangkan data kualitatif bahwa masyarakat disana belum terbiasa dengan penggunaan MCK terutama untuk aktifitas buang hajat. Maka hasilnya, MCK yang dibangun terbengkalai dan masyarakat tetap buang hajat di sungai.

5.      Program yang diturunkan dari pusat tidak melibatkan masyarakat, sehingga masyarakat tidak merasa sebagai pemilik program.
Kepemilikan itu ditentukan oleh kebutuhan terhadap sesuatu dan kerja keras serta pengorbanan untuk mendapatkannya. Bila segala sesuatu telah direncanakan dan masyarakat hanya tinggal menerimanya maka hilanglah rasa kepemilikan pada diri masyarakat. Yang ada hanyalah perasaan bahwa barang itu  milik pemerintah yang diberikan untuk mereka pergunakan dan apabila rusak mereka tinggal meminta lagi.


Demikian, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar